Selasa, 10 September 2013

Menulis

Ingat bener dulu waktu umur masih sekitar 7 tahunan setiap minggu aku selalu ditemani ibuk untuk ngarang cerita. Saat itu apa aja yang bisa kutulis, boleh pengalaman diajak kepasar, atau cerita khayalanku. Apa aja yang penting nulis. Sepertinya mulai dari situ aku suka nulis dan baca buku cerita, karena imposible buat seseorang bisa nulis tanpa melewati jembatan gemar membaca. Walaupun agak sayang sih, tipe buku yang aku baca bener-bener terbatas pada buku cerita yang bisa membangun imajinasi. Sama sekali gak tertarik sama buku pelajaran. Damn...
Balik ke kebiasaan menulis, dari kebiasaan kecil untuk mengarang di selembar buku tulis di setiap minggu dulu, kebiasaanku berlanjut. Andai ada orang yang bisa baca imajinasi seseorang, aku yakin dia bakal senang baca imajinasiku, karna bahkan sampai sekarang imajinasiku bener-bener mendapat tempat dan support yang layak dari pemiliknya. Aku produser hebat untuk film yang hanya bisa kunikmati dalam kepalaku sendiri. Dulu contohnya, waktu berangkat sekolah jalan kaki, terus ada orang asing yang kebetulan aja jalan dibelakangku aku selalu berimajinasi bahwa dia adalah malaikat yang disuruh Tuhan untuk menjagaku, karena sebenernya aku ini adik Tuhan, atau anak, atau saudara, atau apalah. Iya, ini bener, gak bercanda. Imajnasi dikepalaku seliar dan seberani itu untuk membayangkan bahwa aku ini anak Tuhan yang gak tau gimana bisa ada di bumi dan sekolah di SDN Sidomulyo II.
Sampai sekarangpun, aku masih suka bayangin bahwa suatu saat nanti aku akan masuk arena permainan mematikan seperti di film hunger game. Tapi setiap pesertanya punya kekuatan sendiri-sendiri, disana mainnya secara berkelompok, dan tentu saja kelompokku adalah Sutan, Mell, Reni, Adit, Itok, Sule. Setiap kami punya kekuatan masing-masing dan kami saling membantu. Itu gak cuma muncul sekali di suatu scene dalam kepalaku, tapi potongan-potongan imajinasi itu bisa bertahan hingga beberapa hari dengan cerita yang terus berjalan dan berkembang. Damn it right? hahhaha... tapi aku menikmatinya.
Tapi akibat dari kebiasaan kecil itu gak selalu norak kayak contoh di atas sih, karena kebiasaan nulis dan suka baca itu aku gak pernah kesulitan untuk bikin cerita fiksi, atau karangan (yang bukan ilmiah pastinya).
Dulu waktu masih remaja aku bener-bener terobsesi untuk bikin novel, aku nulis setiap hari secara manual di buku tulis yang udah aku gabung-gabung. Saat itu aku bisa sampai dapat 200-300 halaman, sebelum akhirnya capek, bosen atau kehabisan ide untuk cerita itu dan novel yang rencananya akan menjadi karya besar itu tersingkir sia-sia. Itu terjadi gak suma sekali tentu saja, hahhaha...
Waktu SMA juga itu, karena hobi nulis, aku selalu kepikiran buat cari duit sendiri dengan ngirimin cerpenku ke majalah-majalah, tapi gak tau kenapa keinginan itu selalu kandas di tengah jalan.
Aku pernah bener-bener pengen jadi penulis, hehehe...
Sampai sekarang aku masih suka nulis, walaupun karena udah gak pernah dipupuk lagi kebiasaan nulisnya kecenderungannya jadi berubah. Nulis adalah satu-satunya yang aku pikirkan saat pikiran dan perasaanku lagi gak enak.
Well, mungkin bener kata temen bahwa sulit untuk bisa cari orang yang bener-bener mau ndengerin kita, secara ikhlas dan senang. Mungkin bener bahwa sebuah media kosong dan huruf-huruf adalah teman yang lebih baik untuk medengar keluhan atau luapan perasaan apa saja. Huruf-huruf itu gak pernah bosan dan iri dan malas, bener kan? hehehe..
Aku sayang banget sama blog ini, walaupun isisnya mungkin galau dan konyol dan bodoh dan jelek, tapi dia selalu setia dan mau ndengerin aku. Bahkan disaat aku sering melupakannya, wuuuu nikahin juga ini blog, hehehhe..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar